Kondisi nyata yang terjadi, industri kreativitas khususnya menjadi seorang artis band / penyanyi solo di dunia hiburan Indonesia sangat menyilaukan mata karena dilihat dari sisi materi yang berlimpah dan gemerlapan, membuat banyak orang berbondong-bondong mengirimkan demo ke label rekaman maupun meramaikan ajang pencarian bakat yang marak di televisi nasional dengan harapan akan di kontrak sang label atau sebagai pemenang karbitan ajang pencarian bakat itu.
Setelah mencicipi beberapa saat di belakang layar dunia hiburan, saya merasakan yang namanya Raising Lion King babies alias ngurusin si artis [band/penyanyi solo] dari belum masuk dapur rekaman sampe udah jadi product yang bisa di export. Membangun bersama teman-teman membawa Lion King babies sampai masa jaya-nya.
Sayangnya selama masa jaya, para Lion King yang sudah bukan babies lagi, entah karena pengaruh dari star syndrome atau pola hedonism cenderung menjadi jumawa dan bertingkah di atas batas normal.
Tak hanya menambah pundi-pundi kas, si pengusaha pun mendulang “pembersihan sampah” dari sensasi para Lion King ini. Dari “menutup botol” kasus supaya gak tercium media sampai ngurusin printilan2 ajaib mereka. Nah, biasanya permintaan yang agak nyeleneh seperti minta kompensasi lebih untuk menopang tuntutan bourgeois dan “ngambek” kalo gak diturutin plus ala2 mao resign atau bisa jadi bikin rekaman sendiri *sigh!
Sering di anggap sinis, sebenernya skeptic. Bedanya tipis, tapi saya memilih untuk menarik kesimpulan ternyata membesarkan artis itu seperti membesarkan Lion King babies karena bisa saja tangan yang memberi makan untuk hidup di makan hidup-hidup.
Semoga ciptaan baru Lion King babies dari para penguasa di tahun 2014 merupakan product yang “Jinak” selamanya.
No comments:
Post a Comment